A Birthday Letter to Watson

on 8:52 PM

Baker Street, 18 Oktober 2008

Dear my partner, Watson,
Selamat ulang tahun ya! Semoga panjang umur, sehat selalu, dimurahkan rezekinya, tidak ngeselin lagi, tidak ngecakin lagi, dll deh, yang penting baik! Dan satu lagi, semoga kamu baikan sama Mary Morstan lagi. Amiin!

Salam dari Mrs. Hudson, Wiggins beserta Baker Street Irregularsnya, Inspektur Lestrade, dan Inspektur Gregson!

Salam hangat (tapi agak panas dikit),


Sherlock Holmes
Read More..

Lebaran in Bandung (part 1)

on 10:33 PM

(Padahal baru di Bandung aja, tapi postingannya dibikin bersambung. Emangnya sepanjang apa sih?)

Lebaran hari pertama, yang jatuh pada tanggal 1 Oktober 2008, kunikmati di Bandung, tempat nenek dari pihak Mama. Pagi harinya, aku bangun jam 5an, tapi biasalah, males-malesan dulu di tempat tidur. Setelah itu, mandi dan Shalat Subuh, kemudian pergi ke seberang jalan untuk melaksanakan Shalat Ied.

Setelah Shalat Ied, aku dan beberapa anggota keluarga besar pulang ke rumah. Di sini, terjadi hal yang berbeda dari tahun-tahun sebelumnya. Biasanya, papa bermaaf-maafan dengan yang ikut Shalat Ied sesaat setelah berdiri khotbah. Tapi, entah kenapa, papa tidak melakukan itu.

Setelah sekitar 5 menit berjalan, kami pun sampai di rumah. Di sini, kami mulai bermaaf-maafan dengan orang-orang yang ada di rumah, mama (yang gak ikut Shalat Ied), papa (yang ikut shalat), ua (gak tau mesti ditulis kayak gimana), sepupu-sepupu, dll.

Setelah puas bermaaf-maafan, aku langsung menuju sasaran yang telah kuliat-liat sejak lama, meja makan. Ada lontong (bukan ketupat), rendang, kari, ayam cobek, dan emping (alah). Waktu itu, aku makan dengan menerapkan sistem balas dendam (pasti ngerti kan maksudnya).

Setelah makan main coursenya (alah), dilanjutkan dengan dessert (lebai!!), yaitu es buah. Ibuku bertanya padaku ketika aku mengambil es buah, “Gak bosen sama es buah? Kan pas puasa bukanya pake es buah.” Aku hanya menjawab, “Nggak dong!” Lalu, kulahap es buahku dengan sangaaat lahap.

Setelah makan, mulailah berdatangan tetangga-tetangga yang tinggal di lingkungan rumah nenekku. Walaupun aku tidak mengenal siapa saja mereka, aku tetap bersalaman dengan mereka, dengan memberikan senyum yang semaksimal mungkin.

Jam 9an, datanglah beberapa orang dari pihak saudara, yaitu ua, sepupu, dan keponakan (yang lucuuu banget!). Setelah bersalaman dan bermaafan dengan mereka, kulanjutkan dengan memakan beberapa cemilan yang disediakan di atas meja (balas dendam!!)

Mulai saat itu, berdatanganlah saudara-saudara yang lain. Bersalaman sambil bermaafan adalah hal yang langsung kulakukan begitu bertemu dengan mereka.

Oh ya, hal yang menarik dari hari lebaran di Bandung, aku jadi seksi dokumentasi (lagi). Tapi untungnya aku sudah mempersiapkan berbagai hal untuk dokumentasi, mulai dari kamera (yang selalu kupakai), baterai (yang telah dicharge penuh), dan tripod (atau stand untuk kamera). Kami sekeluarga besar berfoto-foto dengan nenek/ibu (tergantung posisi kami sebagai apa, anak atau cucu) tercinta.

Hal menarik lainnya dari lebaran di Bandung adalah… (pasti tau kan). Kalo soal ini gak bakal kuceritain, karena pribadi!

Aku dan adikku sempat disuruh bermain musik. Aku memainkan biola, adikku memainkan keyboard, ditambah sepupuku yang nyanyi. Gara-gara dia, aku jadi gak bisa main di beberapa lagu! Tapi, lumayan lah, bisa main di depan saudara-saudara, walaupun cuma beberapa lagu.

Kami semua berkumpul (atau.. apalah namanya!) di rumah nenek/ibu (tergantung posisi kami) sampai sekitar pukul 1 siang. Dari sini, kami berniat (dan gak hanya niat, tapi juga dilaksanakan) untuk pergi ke tempat nenek dari sepupuku yang masih mempunyai hubungan keluarga dengan kakekku (atau apa lah namanya. Pusing!)


TO BE CONTINUED Read More..

Lebaran in Bandung (part 2)

on 10:32 PM

Cerita sebelumnya : kami berkumpul di rumah nenekku. Setelah itu, pergi ke tempat lain yang telah disebutkan di postingan sebelumnya (alah)

Setelah sampai di rumah “nenek sepupuku yang masih punya hubungan saudara dengan kakekku,” aku langsung mendatangi saudara-saudara yang sedang duduk-duduk, ngobrol, makan, dll (susah kalo mesti disebutin satu-satu). Hal yang pertama kulakukan adalah bersalaman sambil bermaafan dengan orang yang ada di sana, termasuk dengan “nenek sepupuku yang masih punya hubungan saudara dengan kakekku.”

Setelah bersalaman, aku langsung mencari sepupuku. Karena aku tidak menemukannya di rumah yang satu, aku langsung pergi ke rumah sebelah (rumahnya ada dua, bersebelahan). Di sini lah kumenemukannya, bersama adik dan beberapa sepupu lain (ribet amat ya bahasanya).

Karena ia sedang agak sibuk, akhirnya aku menyerbu TV dengan PS2nya (tentunya setelah diperbolehkan sama empunya ya). Main PS di sini sangat menarik, karena… (ra-ha-sia!). Soalnya kalo kuceritain panjang dan rumit. Nanti aja ya, kapan-kapan lagi!

Setelah bosan main, aku kembali ke rumah sebelah, untuk menghampiri ibuku yang sedang asyik ngobrol, dan menghampiri adikku yang disuruh main music (keyboard) (aku gak main musik, soalnya gak bawa biola). Karenanya, aku hanya bisa melongo, melihat adikku bermain musik dengan agak ngantuk (lho kok) dan melihat sepupu-sepupu yang bermain bola di halaman belakang.

Kami hanya sebentar di sana, karena papa masih punya banyak tempat yang harus dikunjungi (soal berbagai tempat ini akan dibahas pada postingan berikutnya). Kami pun berpamitan kepada orang-orang rumah sana (alah bahasanya). Ketika kami berpamitan, yang lain juga ikut berpamitan, entah kenapa.


TO BE CONTINUED (AGAIN) Read More..

Lebaran in Bandung (part 3)

on 10:30 PM

Cerita sebelumnya sebelumnya : kami berkumpul di rumah nenekku. Setelah itu, pergi ke tempat lain yang telah disebutkan di postingan sebelumnya (alah)
Cerita sebelumnya : kami berkumpul di tempat yang telah dijelaskan (dengan detail) dalam postingan sebelumnya, dan dijelaskan secara singkat dalam postingan sebelumnya sebelumnya


Kami menurunkan (alah) dua uaku yang ikut dalam mobilku di rumah nenekku, karena aku dan keluargaku ingin melanjutkan perjalanan menuju beberapa tempat yang memang biasa kami kunjungi di waktu lebaran.

Tempat pertama yang kami kunjungi adalah rumah Ua Iwan, yang terletak di daerah Dago, Bandung. Sebagai informasi, Ua Iwan adalah sepupu dari papaku.

Di sini, seperti biasa, aku hanya diam, melongo, dan memerhatikan pembicaraan antara papa dan mama dengan Ua Iwan, karena aku tidak begitu mengerti apa yang mereka bicarakan (maklumlah, mereka membahas tentang hal-hal yang belum begitu dimengerti anak kecil (alah) sepertiku). Tapi, saat Ua Iwan dan Papa membahas tentang sedikit sejarah Indonesia, dan ketika Ua Iwan bercerita tentang masa lalunya, aku jadi sedikit tertarik. Entah kenapa tiba-tiba aku merasa sangat tertarik.

Setelah dari rumah Ua Iwan, kami menuju tempat kedua, yaitu kediaman (alah) Nenek Chan, atau kami biasa memanggilnya Nenek Dago, karena beliau tinggal di Dago. Sebagai informasi (lagi), Nenek Chan adalah anak dari Abdul Muis, tokoh yang cukup terkenal di Indonesia. Papa kenal dengannya karena sewaktu kuliah dulu, ia suka membantu Nenek Chan mengurus kantinnya. Papa pun dianggap sebagai anak oleh Nenek Chan.

Di sini, entah kenapa, ketika pertama kali kumelihat Nenek Chan, aku teringat kepada Irene Adler (bukan mengejek ya). Entah kenapa, tiba-tiba pikiran itu melintas dalam kepalaku. Mungkin dari gaya bicaranya? I don’t know why!

Seperti biasa, aku juga diam mendengarkan pembicaraan papa mama dengan Nenek Chan dan suaminya, Kakek Rudi (nama aslinya aja ya, nama panggilannya susah). Tapi, di sela-sela pembicaraan tersebut, aku dan Rafi kadang-kadang diajak mengobrol. Kakek Rudi memperlihatkan handycamnya yang (katanya) baru. Aku kebetulan tertarik pada dunia per-handycam-an (alah) dan barang-barang canggih. Melihat handycam Sony yang memakai harddisk milik Kakek Rudi, aku hanya bisa berdecak kagum, dan membayangkan seandainya aku juga mempunyai itu.

Dan seperti biasa pula, Kakek Rudi suka mengeluarkan lelucon-leluconnya yang (katanya) berdasarkan kisah nyata. Tahun lalu, Kakek Rudi mengeluarkan lelucon yang walaupun lucu, tapi agak kasar. Lelucon tahun ini adalah:

“Saya pernah punya temen. Dia tuh pernah buka bimbel gitu. Nah, dia pasang spanduk depan tempat bimbelnya itu. Tulisannya gini: Kursus Bahasa Inggris, tingkat Basic, Elementary, Advance, dan Converstion.”

Sampai saat ini, kukira teman Kakek Rudi adalah pemilik tempat aku les Bahasa Inggris (dulu, sekarang udah keluar). Ketika dia melanjutkan omongannya:

“Di bawahnya juga ada tulisan: Juga menerima pesanan Pepes Bandeng.”

Lantas, kami semua tertawa mendengar omongan Kakek Rudi, dan hal itu sudah biasa ketika kami datang ke sana. Bahkan, aku berkata kepada ibuku, “Ma, tahun depan Kakek Rudi ngelucu kayak gimana lagi ya?”

Selain ngobrol, kami juga disuguhi beberapa makanan dan minuman. Makanan yang waktu itu disuguhi kepada kami adalah beberapa kue kering dan risoles (Rafi makan 3, aku makan 2, papa mama masing-masing makan 1). Sedangkan kami disuguhi teh dan fanta untuk minumannya.

Beberapa saat sebelum kami pulang, beberapa anak Nenek Chan (anak yang tinggal di Pamulang juga) datang. Setelah beberapa saat ngobrol, kami betulan pamit pulang (sebenernya sih gak pulang, masih ke tempat lain).

Dari kediaman Nenek Chan, kami melanjutkan perjalanan kami ke tempat terakhir, yaitu rumah teman papa di daerah… (mana ya? Lupa aku!), yaitu Om Omeng (begitulah nama panggilannya, nama aslinya lupa (lagi)). Sekedar informasi (lagi), Om Omeng adalah teman papa waktu kuliah.

Kami sampai di rumah Om Omeng sekitar pukul 7.30 malam, setelah berputar-putar mencari rumahnya, yang tak kunjung ketemu juga. Akirnya setelah meminta bantuan dari empunya rumah, kami sampai di sana.

Begitu masuk, kami langsung duduk di kursi tamu yang telah disediakan. Pemandangan yang kulihat bagitu duduk adalah banyak stoples kue kering (gak hanya stoplesnya, kuenya juga ada) yang terletak di atas meja di dekat tempat Rafi duduk. Kuenya macam-macam, ada nastar, lidah kucing (yummy ^_^), dan berbagai macam kue lainnya.

Setelah bersalaman dengan Om Omeng dan istrinya, Tante Nuning, kami pun mengobrol. Rata-rata, papa dan Om Omeng ngobrol tentang pendidikan, masa lalu mereka, dll, sedangkan mama dan Tante Nuning ngobrol tentang bisnis kue kering pas lebaran (mereka berdua punya bisnis kue kering, tapi cuma waktu lebaran), pekerjaan Tante Nuning sebagai guru BK di salah satu SMP di Bandung, dll. Tapi kadang-kadang aku juga terlibat pembicaraan dengan mereka.

Bagian yang paling kusuka di sana adalah pada saat Tante Nuning mempersilahkan untuk menyantap kue-kue kering yang telah tersedia di atas meja. Kue pertama yang kucoba adalah Kue Kering Kacang (sepertinya namanya kayak gitu). Dilanjutkan dengan kue-kue lain, tapi aku lebih sering bolak-balik meja-kursi untuk menyantap Lidah Kucingnya.

Di sela-sela ngobrol, kami diperkenalkan dengan dua anak Om Omeng (sebenarnya bukan anak, soalnya udah gede semua (yang satu SMA, yang satu kuliah)). Om Omeng juga menceritakan bahwa anaknya yang kuliah sama sepertinya ketika kuliah dulu (tapi ceritanya gak usah diceritain ya, panjang n’ ribet).

Setelah kue kering, kami disuguhi Rujak Spesial Tante Nuning (gak tau nama aslinya, itu nama ngasal aja). Sekedar informasi, itulah pertama kalinya aku memakan rujak (bukan rujak buah yang isinya jambu, mangga, dll, tapi rujak yang merupakan campuran dari mangga dan bahan lainnya yang telah diparut kecil-kecil), dan pada pengalaman pertamaku itu, rujaknya enak banget lho! :D

Setelah puas makan minum (eh salah, puas ngobrol maksudnya :D), kami pun berpamitan. Hal tiu juga kami lakukan karena Rafi terlihat sudah menguap dan tertidur di kursinya. Kami berpamitan dengan sangat khidmat (alah). Setelah berpamitan, kami kembali ke mobil dan mulai berangkat menuju rumah nenek, base camp kami selama di Bandung.


THE END Read More..

Lebaran in Pamulang

on 10:24 PM

(untuk postingan ini lebih pendek daripada yang di atas-atas, soalnya emang lebih singkat ceritanya)

H+2, masih di Bandung, tapi pulang ke Pamulang pas siangnya, soalnya masih pengen lebaran ke sodara-sodara yang ada Jakarta dan sekitarnya. Maka dari itu, kami pun pamit kepada ua, sepupu, dan nenek tercinta.

Kami start dari Bandung ke Pamulang sekitar pukul 10 pagi. Perjalanan sangat lancer, tol Cipularang dan Cikampek lancer, tak ada rintangan yang menghadang. Maka dari itu, kamipun sampai di Jakarta (bukan Pamulang) sekitar jam 12 siang.

Sebelum ke rumah sodara yang terletak di Pamulang 2, kami mampir dulu di rumah kami tercinta, untuk menurunkan barang-barnag yang menumpuk di bagian bagasi (atau apa pun itu, karena Kijang tidak punya bagasi). Setelah menurunkan semua barang dan shalat, kami pergi lagi ke rumah sodara pada pukul 1 siang.

Hanya setengah jam kami tempuh untuk sampai ke sana. Setelah sampai, kami langsung bersalaman dan bermaafan dengan berbagai macam anggota keluarga yang ada di sana, mulai dari yang kecil sampe yang udah tua (maksudnya kakek nenek). Setelah bersalaman, aku langsung menyerbu pusat kekuatan mereka, meja makan, di mana telah tersedia kari ayam, lontong, daging kornet yang kayak rolade, kerupuk khas Cirebon, dll.

Setelah puas makan minum, aku mulai ngobrol dengan beberapa sodara. Kebanyakan yang kuajak ngobrol adalah om-omku, karena beberapa sepupu sedang mudik ke daerah lain. Dari ngobrol itu, kutau bahwa kakekku sedang mendalami sejarah Indonesia, khususnya tentang Soekarno dan Soeharto (hubungan antara mereka berdua). Kakekku juga menawarkan sebuah proyek sejarah. Aku diajak untuk membuat silsilah keluarga besar kami, mulai dari para leluhur sampai ke bagian sepupuku yang paling kecil.

Di sana lah aku mengagumi kakekku. Ia sangat rajin mencatat berbagai macam hal yang berhubungan dengan keluarga. Yang ia tunjukkan padaku adalah silsilah keluarga (sangat) besar, daftar ulang tahun, dan komentarnya mengenai ayahnya. (Wah, patut ditiru nih!)

Setelah beberapa saat ngobrol, aku mulai bosan. Akhirnya, kukeluarkan senjata rahasia andalanku, kamera. Aku mulai memfoto sepupu-sepupuku yang masih kecil dan lucu (dan imut pula). Tidak hanya sepupuku, aku juga memfoto hampir seluruh anggota keluarga yang hadir pada saat itu. Tapi, resikonya, aku hampir tidak pernah muncul dalam foto. (he..he..he.. resiko dari jaman baheula!)

Ba’da Maghrib, setelah shalat dan makan malam, kami pun berpamitan dengan semua orang di sana, dengan alasan capek setelah perjalanan dari Bandung. Dalam waktu singkat, kami pun bersantai di rumah kami tercinta. Read More..

Komentarku tentang Lebaran 1429 H / 2008 M

on 10:23 PM

Komentarku sebenarnya singkat aja, gak begitu panjang. Paling cuma 100 baris. Eh, segitu panjang ya? Kalo gitu, maaf ya kalo terlalu panjang, dan maaf pula kalo terllau pendek.

Lebaran kali ini berbeda dari tahun sebelumnya, karena tahun lalu, lebaran pertama aku di Jakarta dulu, baru ke Bandung. Sedangkan tahun ini, sama seperti tahun-tahun sebelumnya (kecuali tahun lalu), aku di Bandung dulu, baru ke Jakarta.

Lebaran di Bandung, biasa aja, terutama yang pas ngumpul di rumah nenekku. Yang beda paling gak begitu penuh rumahnya. Gak begitu tau juga sih kenapa. Yang pas ke rumahnya “nenek dari sepupuku yang masih punya hubungan keluarga sama kakekku” juga sama aja.

Yang asik pas di Bandung tuh pas kita sekeluarga keliling Bandung ke rumah-rumah sodara dan teman Papa. Ke rumah Ua Iwan asik (karena dikasih oleh-oleh dan cerita sejarah), ke rumah Nenek Chan asik (karena dikasih risoles dan cerita humor Kakek Rudi), ke rumah Om Omeng asik juga (karena disuguhin kue, rujak, dan cerita-cerita).

Di Pamulang asik banget! Entah kenapa, aku merasa ngumpul di sini lebih asik daripada di Bandung. Mungkin karena aku lebih deket sama keluarga yang di Pamulang kali ya? Halal bi halal keluarga besar yang ada di sini (keluarga yang lebih besar, yang melibatkan sodara-sodara kakekku) juga asik (soal ini diceritakan dalam postingan berikutnya).

Aku dapet banyak hadiah dari lebaran ini. Tapi yang paling istimewa adalah aku dapet banyak foto, yang kuambil sendiri lho!

Oh ya, ada satu alasan lagi, kenapa lebaran tahun ini lebih menarik dan asik. Lebaran lebih asik karena ada yang nemenin aku dari jauh, yaitu Irene Adler. Entah pas ngumpul, entah pas sendiri, entah pas makan, entah pas minum, entah pas di mobil, entah pas di rumah, dia selalu nemenin aku. Makasih ya Irene! Read More..

KIA Alcatel

on 8:35 PM

Mungkin (bukan mungkin, tapi memang) judulnya agak aneh. Tapi bagi kamu yang telah mengenalku dengan lebih dekat, lebih detail, pasti mengetahui apa arti dari kata kedua pada judul tersebut.

Alcatel adalah HPku yang bisa memuat kartu GSM. Biasa kupakai untuk memuat kartu XLku. HP ini adalah HP keramat, karena merupakan warisan dan memang sejarahnya dalam keluargaku sudah cukup panjang. Pertama kali HP ini dipakai oleh ibuku, lalu diturunkan kepada bapakku, dan berakhir padaku. HP ini termasuk HP yang bagus, karena sangat tahan banting, walaupun sudah terbanting (entah ter- atau di-) sebanyak…. Berapa ya? Mungkin ratusan kali ya. He..he..he.. :D. Menurut perkiraanku, umur HP ini adalah sekitar 6 tahun. Cukup lama ya?

Dalam postingan ini, aku akan menceritakan kejadian apa yang menimpa HPku tersebut, yeng berujung dengan saat-saat terakhir HP tersebut di dunia ini (alah bahasanya).

27 September 2008, di Bandung. Aku sedang iseng ingin mengaktifkan kartu AS yang baru kudapat dari sekolah, sebagai bonus dari sponsor. Ketika semua persyaratan untuk pendaftaran sudah kupenuhi, aku mematikan dan menyalakan HPku. Setelah beberapa kali kuulangi hal tersebut (merupakan perintah dari operator), kucoba menelepon ke sebuah nomor untuk mengetes apakah nomorku ini sudah bisa dipakai atau belum. Ternyata tersambung. Langsung ku cancel telepon tersebut. Aku ingin menghubungi Irene, yang katanya meminta nomor baruku itu.

(Bagian tersedih dan terpanik, saat-saat terakhir HPku di dunia)
Ketika aku mencari-cari nomor Irene di HP Esiaku, tiba-tiba, Alcatelku mati, tanpa pemberitahuan dan tanda-tanda sebelumnya. Aku heran, kenapa bisa mati ya? Kukira sedang proses. Tetapi, matinya memakan waktu yang sangat lama, tidak seperti proses biasanya. Panik, kucabut baterai dan kartu SIMnya dari HPku, kuganti kartu SIMnya dengan XL.

Kutekan tombol ON, masih tidak bisa menyala juga. Aku berpikir bahwa HPnya lowbatt, maka segera kuambil charger dan kucharge HP tersebut. Masih tidak bisa menyala juga.

Dari sana kusadar, bahwa Alcatel telah tiada di dunia. Aku pun sedih, karena tidak bisa berkomunikasi dengan Irene dan tidak bisa menjalankan Operasi Send Message. 

Beberapa hipotesa tentang penyebab tewasnya Alcatel:

1. Ketika sedang proses, kuambil baterai dan kartu SIMnya, sehingga (mungkin) menyebabkan kerusakan fatal pada Alcatel
2. Memang sudah umur dan takdirnya, karena sudah berumur kira-kira 6 tahun
3. Kerusakan di dalam tubuhnya akibat bantingan-bantingan selama ini Read More..