Lebaran in Bandung (part 3)

on 10:30 PM

Cerita sebelumnya sebelumnya : kami berkumpul di rumah nenekku. Setelah itu, pergi ke tempat lain yang telah disebutkan di postingan sebelumnya (alah)
Cerita sebelumnya : kami berkumpul di tempat yang telah dijelaskan (dengan detail) dalam postingan sebelumnya, dan dijelaskan secara singkat dalam postingan sebelumnya sebelumnya


Kami menurunkan (alah) dua uaku yang ikut dalam mobilku di rumah nenekku, karena aku dan keluargaku ingin melanjutkan perjalanan menuju beberapa tempat yang memang biasa kami kunjungi di waktu lebaran.

Tempat pertama yang kami kunjungi adalah rumah Ua Iwan, yang terletak di daerah Dago, Bandung. Sebagai informasi, Ua Iwan adalah sepupu dari papaku.

Di sini, seperti biasa, aku hanya diam, melongo, dan memerhatikan pembicaraan antara papa dan mama dengan Ua Iwan, karena aku tidak begitu mengerti apa yang mereka bicarakan (maklumlah, mereka membahas tentang hal-hal yang belum begitu dimengerti anak kecil (alah) sepertiku). Tapi, saat Ua Iwan dan Papa membahas tentang sedikit sejarah Indonesia, dan ketika Ua Iwan bercerita tentang masa lalunya, aku jadi sedikit tertarik. Entah kenapa tiba-tiba aku merasa sangat tertarik.

Setelah dari rumah Ua Iwan, kami menuju tempat kedua, yaitu kediaman (alah) Nenek Chan, atau kami biasa memanggilnya Nenek Dago, karena beliau tinggal di Dago. Sebagai informasi (lagi), Nenek Chan adalah anak dari Abdul Muis, tokoh yang cukup terkenal di Indonesia. Papa kenal dengannya karena sewaktu kuliah dulu, ia suka membantu Nenek Chan mengurus kantinnya. Papa pun dianggap sebagai anak oleh Nenek Chan.

Di sini, entah kenapa, ketika pertama kali kumelihat Nenek Chan, aku teringat kepada Irene Adler (bukan mengejek ya). Entah kenapa, tiba-tiba pikiran itu melintas dalam kepalaku. Mungkin dari gaya bicaranya? I don’t know why!

Seperti biasa, aku juga diam mendengarkan pembicaraan papa mama dengan Nenek Chan dan suaminya, Kakek Rudi (nama aslinya aja ya, nama panggilannya susah). Tapi, di sela-sela pembicaraan tersebut, aku dan Rafi kadang-kadang diajak mengobrol. Kakek Rudi memperlihatkan handycamnya yang (katanya) baru. Aku kebetulan tertarik pada dunia per-handycam-an (alah) dan barang-barang canggih. Melihat handycam Sony yang memakai harddisk milik Kakek Rudi, aku hanya bisa berdecak kagum, dan membayangkan seandainya aku juga mempunyai itu.

Dan seperti biasa pula, Kakek Rudi suka mengeluarkan lelucon-leluconnya yang (katanya) berdasarkan kisah nyata. Tahun lalu, Kakek Rudi mengeluarkan lelucon yang walaupun lucu, tapi agak kasar. Lelucon tahun ini adalah:

“Saya pernah punya temen. Dia tuh pernah buka bimbel gitu. Nah, dia pasang spanduk depan tempat bimbelnya itu. Tulisannya gini: Kursus Bahasa Inggris, tingkat Basic, Elementary, Advance, dan Converstion.”

Sampai saat ini, kukira teman Kakek Rudi adalah pemilik tempat aku les Bahasa Inggris (dulu, sekarang udah keluar). Ketika dia melanjutkan omongannya:

“Di bawahnya juga ada tulisan: Juga menerima pesanan Pepes Bandeng.”

Lantas, kami semua tertawa mendengar omongan Kakek Rudi, dan hal itu sudah biasa ketika kami datang ke sana. Bahkan, aku berkata kepada ibuku, “Ma, tahun depan Kakek Rudi ngelucu kayak gimana lagi ya?”

Selain ngobrol, kami juga disuguhi beberapa makanan dan minuman. Makanan yang waktu itu disuguhi kepada kami adalah beberapa kue kering dan risoles (Rafi makan 3, aku makan 2, papa mama masing-masing makan 1). Sedangkan kami disuguhi teh dan fanta untuk minumannya.

Beberapa saat sebelum kami pulang, beberapa anak Nenek Chan (anak yang tinggal di Pamulang juga) datang. Setelah beberapa saat ngobrol, kami betulan pamit pulang (sebenernya sih gak pulang, masih ke tempat lain).

Dari kediaman Nenek Chan, kami melanjutkan perjalanan kami ke tempat terakhir, yaitu rumah teman papa di daerah… (mana ya? Lupa aku!), yaitu Om Omeng (begitulah nama panggilannya, nama aslinya lupa (lagi)). Sekedar informasi (lagi), Om Omeng adalah teman papa waktu kuliah.

Kami sampai di rumah Om Omeng sekitar pukul 7.30 malam, setelah berputar-putar mencari rumahnya, yang tak kunjung ketemu juga. Akirnya setelah meminta bantuan dari empunya rumah, kami sampai di sana.

Begitu masuk, kami langsung duduk di kursi tamu yang telah disediakan. Pemandangan yang kulihat bagitu duduk adalah banyak stoples kue kering (gak hanya stoplesnya, kuenya juga ada) yang terletak di atas meja di dekat tempat Rafi duduk. Kuenya macam-macam, ada nastar, lidah kucing (yummy ^_^), dan berbagai macam kue lainnya.

Setelah bersalaman dengan Om Omeng dan istrinya, Tante Nuning, kami pun mengobrol. Rata-rata, papa dan Om Omeng ngobrol tentang pendidikan, masa lalu mereka, dll, sedangkan mama dan Tante Nuning ngobrol tentang bisnis kue kering pas lebaran (mereka berdua punya bisnis kue kering, tapi cuma waktu lebaran), pekerjaan Tante Nuning sebagai guru BK di salah satu SMP di Bandung, dll. Tapi kadang-kadang aku juga terlibat pembicaraan dengan mereka.

Bagian yang paling kusuka di sana adalah pada saat Tante Nuning mempersilahkan untuk menyantap kue-kue kering yang telah tersedia di atas meja. Kue pertama yang kucoba adalah Kue Kering Kacang (sepertinya namanya kayak gitu). Dilanjutkan dengan kue-kue lain, tapi aku lebih sering bolak-balik meja-kursi untuk menyantap Lidah Kucingnya.

Di sela-sela ngobrol, kami diperkenalkan dengan dua anak Om Omeng (sebenarnya bukan anak, soalnya udah gede semua (yang satu SMA, yang satu kuliah)). Om Omeng juga menceritakan bahwa anaknya yang kuliah sama sepertinya ketika kuliah dulu (tapi ceritanya gak usah diceritain ya, panjang n’ ribet).

Setelah kue kering, kami disuguhi Rujak Spesial Tante Nuning (gak tau nama aslinya, itu nama ngasal aja). Sekedar informasi, itulah pertama kalinya aku memakan rujak (bukan rujak buah yang isinya jambu, mangga, dll, tapi rujak yang merupakan campuran dari mangga dan bahan lainnya yang telah diparut kecil-kecil), dan pada pengalaman pertamaku itu, rujaknya enak banget lho! :D

Setelah puas makan minum (eh salah, puas ngobrol maksudnya :D), kami pun berpamitan. Hal tiu juga kami lakukan karena Rafi terlihat sudah menguap dan tertidur di kursinya. Kami berpamitan dengan sangat khidmat (alah). Setelah berpamitan, kami kembali ke mobil dan mulai berangkat menuju rumah nenek, base camp kami selama di Bandung.


THE END

0 comments: